Warta Kampus_UNIKAL (Kamis, 2/2). Komitmen pemerintah di dalam upaya menjamin kualitas pendidikan dipandang masih perlu untuk ditingkatkan. Kebutuhan dasar atas upaya peningkatan kualitas pendidikan masih dirasa belum sepenuhnya tersentuh oleh aturan-aturan yang ada. Hal itu disampaikan oleh Ketua PB PGRI, Dr. Sulistyo, M.Pd saat memberi ceramah kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pekalongan, Kamis (6/2) lalu.
Di dalam kegiatan yang dimoderatori Susanto, S.S., M.Hum (Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP Unikal) tersebut Sulistyo kembali menekankan, keberadaan guru sebagai katalisator pendidikan masih menjadi masalah yang tidak kunjung tuntas. Mantan Rektor IKIP PGRI Semarang ini juga mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah, utamanya pemerintah daerah, dalam upaya mengantisipasi mutu pendidikan yang dinilai masih belum sepenuhnya mampu menjawab persoalan pendidikan.
Disinyalir, salah satu penyebab dari permasalahan tersebut adalah lemahnya tata kelola manajemen pendidikan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait di daerah, seperti pada dinas pendidikan. Menurutnya, selama ini terdapat beberapa daerah yang menempatkan orang-orang pada posisi strategis dalam mengelola pendidikan secara tidak tepat. Hal ini dikhawatirkan justru akan menghambat upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan di daerah-daerah.
“Semestinya, orang yang didudukkan sebagai kepala dinas atau kepala lembaga-lembaga yang mengurusi masalah pendidikan itu ya orang yang memahami dan mengerti seluk-beluk dunia pendidikan. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pun tepat sasaran,” tuturnya disambut riuh tepuk tangan ratusan mahasiswa yang hadir.
Dalam kesempatan itu, Sulistyo melontarkan kritikannya terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilainya keliru. Selama ini, orientasi penyelenggaraan pendidikan di daerah-daerah sebatas pada upaya-upaya yang berdasarkan pada hitungan kuantitas. Kebijakan yang demikian, menurutnya, justru telah mengabaikan aspek kualitas pendidikan yang diukur tidak hanya melalui angka kelulusan.
“Hingga saat ini, banyak kepala daerah, kepala dinas, berlomba-lomba untuk memperbesar dan memperbanyak jumlah angka kelulusan. Lulus 99,99%! Tetapi, kualitas lulusannya belum diperhatikan. Apalah artinya angka-angka itu jika kemudian lulusannya tidak bisa apa-apa?” ujarnya.
Hal inilah yang menurutnya perlu mendapatkan perhatian khusus dari segenap masyarakat. Oleh sebab itu, ia mengapresiasi perubahan kurikulum yang diinisiasi oleh pemerintah. Menurutnya, kurikulum 2013 memberi ruang yang cukup bagi peningkatan kualitas pendidikan sebab di dalamnya penilaian terhadap siswa tidak semata menitikberatkan pada pencapaian nilai bidang akademis, melainkan pula memberi ruang bagi nilai nonakademis, khususnya pada perilaku dan budi pekerti.
Kendati demikian, Sulistyo mengingatkan, agar perubahan kurikulum yang dilaksanakan secara bertahap ini tidak lantas menjadi semacam jalan pintas. Sebaliknya, perubahan kurikulum yang demikian perlu dikawal secara terus-menerus dan dibutuhkan intensitas tinggi di dalam upaya pengawalan tersebut.
“Perubahan kurikulum bukan satu-satunya cara yang dapat menjamin peningkatan mutu pendidikan. Sebab, ada masalah yang tidak kalah penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Yaitu, masalah guru. Kita masih membutuhkan banyak guru yang berkualitas karena ujung tombak pendidikan itu adalah guru,” ujarnya.
Menurutnya, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah, kaitannya dengan upaya meningkatkan kualitas guru, melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Tetapi, upaya itu masih harus terus digenjot sebab kebutuhan guru di setiap daerah masih cukup tinggi. Menurutnya, sampai saat ini di setiap daerah masih terdapat kekurangan guru.
Untuk itu, paparnya, dibutuhkan manajemen yang baik dari pemangku kebijakan di setiap daerah. Dibutuhkan pula orang-orang yang tidak hanya mengerti dan memahami permasalahan pendidikan, melainkan pula peduli dan bisa menangani masalah pendidikan.
Oleh karena itu, dia berharap, di kemudian hari para kepala daerah dapat menempatkan orang-orang yang tepat untuk didudukkan di dalam jabatan-jabatan strategis, terutama di dalam pengelolaan pendidikan. Hal ini dipandang perlu mengingat kebijakan-kebijakan mengenai pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kebijakan-kebijakan politik lainnya [unikalnewsroom/224].