LSF Ajak Masyarakat Terapkan Budaya Sensor Mandiri

sosialisasi kebijakan sensor film

Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, menggelar Sosialisasi Kebijakan Sensor Film dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pedoman sensor Film dan Budaya Sensor Mandiri di Universitas Pekalongan, Selasa (12/11). Dalam kegiatan yang bekerjasama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unikal itu, LSF fokus untuk mengajak masyarakat menerapkan budaya sensor mandiri sebagai bagian mereduksi dampak negatif film.

Sosialisasi terkait kebijakan sensof film, dilakukan langsung oleh Ketua LSF RI, Ahmad Yani Basuki. Dalam paparannya, Basuki mengatakan bahwa budaya sensor mandiri dapat dilakukan masyarakat dengan memilah dan memilih tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usia.

“Sebab dengan kecerdasan memilah dan memilih tontonan yang tepat akan memperoleh nilai edukasi yang baik dan benar. Sebaliknya, jika masyarakat yang menonton tidak dapat memilah dan memilih tontonan film yang tidak tepat akan berdampak luar biasa pada perkembangan pola pikirnya apabila film itu tidak layak terutama tidak tepat pada klasifikasi usia-usia tertentu,” tutur Ahmad Yani.

 

Lihat postingan ini di Instagram

Bicara sensor film bukan lagi perkara gunting menggunting, tetapi bagaimana menumbuhkan budaya sensor mandiri dari hulu ke hilir. Dari tahap produksi, distribusi, dan apresiasi. Sensor mandiri bisa dimulai dari rumah ke rumah, dari individu ke individu. 100 tahub sudah sensor film berlangsung. Jauh sebelum itu, sensor sudah mengakar di budaya kita. “Wayang” sebagai film kartun pertama ala nusantara sudah melakukan sensor-sensor lewat “sanepo” dan “metafora”. Pekalongan, 12 November 2019 Lembaga Sensor Film Republik Indonesia telah melakukan sosialisasi kebijakan sensor film dan budaya sensor mandiri di Kampus FKIP Unikal #unikal #kampuskreatif #fkip

Sebuah kiriman dibagikan oleh Universitas Pekalongan (@unikalofficial) pada

Untuk itulah, LSF gencar mengkampanyekan gerakan MMT atau Memilah dan Memilih Tontonan. Dia menargetkan, budaya sensor mandiri ke depan dapat menjadi gerakan nasional. Pihaknya juga tengah meyiapkan pembentukan desa sensor mandiri. “Nantinya di desa tersebut seluruh masyarakat sudah sadar akan sensor mandiri dan dapat saling mendukung dan mengingatkan,” tambahnya.

Sensor mandiri dikatakan Ahmad Yani kian penting di masa kini mengingat perkembangan teknologi yang begitu pesat. Film kini tersedia di banyak platform media sosial sehingga bisa diakses oleh siapapun, termasuk anak-anak. Padahal masyarakat atau orang tua tidak punya cukup kemampuan untuk mengendalikan tontonan anak-anak.

Mengenai proses sensor yang dilakukan LSF terhadap puluhan ribu film, Ahmad Yani menyatakan bahwa sensor dilakukan dengan berbagai pertimbangan. LSF pun selalu melibatkan pembuat film untuk berdiskusi terkait film karyanya dan sensor yang akan dilakukan. “Kami komunikasikan tujuannya apa, bagian mana akan dihilangkan dan apa dampaknya. Jadi tidak sekedar memotong atau melakukan sensor saja,” kata dia.

Namun seringkali LSF mendapatkan kritik keras dari masyarakat, baik karena sensor yang dilakukan terlalu ketat maupun meloloskan film yang dinilai masyarakat seharusnya dilakukan sensor yang lebih ketat. “Tapi yang banyak terjadi masyarakat protes karena terbawa arus yang sudah muncul di media sosial saja. Padahal sebagian dari mereka ketika memprotes sebuah film, belum menonton filmnya secara penuh,” jelasnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Pekalongan, Suryani mengapresiasi dan menyambut baik adanya kegiatan sosialisasi ini sebagai upaya menggelorakan kesadaran masyarakat khususnya generasi muda dalam cerdas memilih tontonan film atau tayangan yang baik dari sisi produksi maupun dari sisi penikmatnya.

“Saat ini masyarakat jika ingin menonton tidak harus ke bioskop, tetapi mereka dimana saja dan kapan pun bisa menonton film atau tayanangan melalui internet yang sekarang ini dapat diakses dengan mudah,” kata Suryani.

Dalam memberikan tontonan film yang berkualitas, lanjut Suryani, peran orang tua dan keluarga sangat diperlukan untuk mendampingi anaknya ketika menonton.

“LSF menentukan beberapa kriteria tontonan yakni semua umur, remaja, dewasa, ataupun berdasarkan kategori umur. Dengan adanya kategori film tersebut, diharapkan orangtua dan pendidik bisa membimbing dan mengarahkan anaknya tentang film atau tayangan yang akan dijadikan pilihan untuk ditonton,” tandasnya.(nul)

sumber : https://radarpekalongan.co.id/86974/lsf-ajak-masyarakat-terapkan-budaya-sensor-mandiri/