BERANTAS KORUPSI DENGAN SEMANGAT KEKELUARGAAN

 Warta Kampus 


 

04122013 Prof Tri Marheni

UNIKAL (Kamis, 5/12)—Salah satu masalah yang menjadi keprihatinan bagi bangsa Indonesia saat ini adalah keterlibatan lembaga sosial terkecil dalam kasus-kasus korupsi. Sejumlah kasus dugaan korupsi yang menyeret nama figur publik seperti Nazarudin (mantan Bendahara Partai Demokrat), Anas Urbaningrum (mantan Ketum PD), Ahmad Fathanah, atau bahkan Ratu Atut Chosiyah (mantan Gubernur Banten) dan nama-nama lainnya, ternyata ikut menyeret pula sejumlah nama dari kerabat atau sanak keluarga mereka. Mulai dari istri/suami, mantan suami/istri, anak, menantu, mertua, atau bahkan sampai saudara sepupu dan sebagainya.

Realitas yang semacam ini, tentu menjadi pemandangan tak sedap bagi masyarakat. Oleh karenanya, tidaklah mengherankan jika kini masyarakat merasa sangat kecewa dengan sistem yang berlaku.

Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, M.Hum dalam presentasinya pada Seminar Nasional “Peran Perguruan Tinggi atas Destruksi Perilaku Koruptif: Mengikis atau Membudayakan?” di ruang auditorium Kampus Unikal hari Rabu (4/12) kemarin memaparkan, keterlibatan keluarga dalam kasus-kasus dugaan korupsi menunjukkan fenomena yang ganjil. Sebab, keluarga semestinya menjadi lembaga yang mampu memainkan fungsinya sebagai filter.

“Jika lembaga suci yang bernama keluarga ini sudah terkontaminasi virus korup, maka apakah masih bisa dianggap benar teori yang mengatakan bahwa keluarga sebagai lembaga suci? Ini sudah sangat memrihatinkan. Sebab, lembaga sosial yang bernama keluarga pada dasarnya lembaga yang menjadi tumpuan bagi sosialisasi,” ujar Guru Besar Antropologi Unnes jebolan UGM tersebut.

Di sisi lain, sorotan media yang begitu gencar menyampaikan warta ke setiap rumah tangga mengenai kasus korupsi yang sedemikian marak, dikhawatirkan pula akan membuat masyarakat justru merasa jemu. Maraknya pewartaan mengenai korupsi dikhawatirkan akan menciptakan perilaku permisif yang kian parah.

Oleh karena itu, fungsi keluarga, menurut Tri Marhaeni, menjadi sangat penting. Keluarga juga dihadapkan pada tantangan yang kian besar dalam membangun kesadaran setiap individu untuk menyikapi kejahatan korupsi.

“Keluarga adalah benteng pertahanan yang pada hakikatnya menjadi tumpuan bagi upaya pemberadaban. Sebab, pendidikan karakter pada dasarnya diawali dari keluarga,” paparnya.

Selanjutnya, dalam semangat kekeluargaan ini pula, Tri Marhaeni mengungkapkan, institusi pendidikan, seperti universitas, memiliki peran yang sangat vital dalam memberantas kejahatan korupsi. Terlebih dengan kian mencuatnya pula kasus-kasus korupsi yang menyeret nama sejumlah akademisi. Untuk itu, keberadaan perguruan tinggi sebagi keluarga besar, perlu menegakkan kembali prinsip kekeluargaan dalam rangka membangun kampus sebagai filter dan lembaga sosialisasi yang cerdas dan bermoral. [Unikal.news.room/erge/dec.2013]