BELAJAR MENDENGAR DUNIA MELALUI DRAMA

Pekan Drama PBSI, 13 Januari-16 Januari 2014

Oleh Diego Nardianto

alt Ada sebuah ajaran kuno yang berbunyi bahwa “orang yang hendak memperbaikai dunia, maka harus terlebih dahulu mengatur negaranya; untuk mengatur negaranya harus terlebih dahulu mengatur rumah tangganya; untuk mengatur rumah tangganya harus terlebih dahulu mengurus dirinya; untuk mengurus dirinya harus meluruskan hatinya”. Salah satu jalan untuk dapat meluruskan dan menghidupkan hati adalah dengan banyak mendengar.

Sejak dahulu seni dan sastra dipercaya mampu menghaluskan hati. Drama sebagai salah satu genre sastra, diyakini mampu mengajak para penikmatnya untuk mendengar, melihat, bahkan mengalami sesuatu dengan lebih bijak. Oleh karena itu, dalam “pemahaman” tersebut prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP-UNIKAL mengadakan pekan drama bertajuk “Belajar Mendengar Dunia melalui Drama”. Kegiatan tersebut berlangsung dari tanggal 13-16 januari 2014, bertempat di gedung C lantai 3.

Hingga kini kegiatan tersebut berlangsung dengan sangat meriah, dan mendapat apresiasi banyak kalangan. Tema yang disuguhkan sangat beragam, inspiratif, dan menghibur. Penontonya tidak hanya dari lingkungan akademisi UNIKAL tetapi juga dari masyarakat Pekalongan dan sekitarnya. Tidak lupa, para seniman dan budayawan juga hadir dalam acara tersebut.

Adapun agenda pementasanya anatara lain:

  1. 1.Senin, 13 Januari 2014 yakni lakon Pusaka (oleh PBSI 5A), Dalang (oleh PBSI 3A)
  2. 2. Selasa, 14 januari 2014 yakni lakon Stand Up Komodo (oleh PBSI 5B), Hujan Akan Turun (oleh PBSI 3B)
  3. 3.Rabu, 15 Januari 2014 yakni lakon Tragedi Jas Hitam (oleh PBSI 3C)
  4. 4.Kamis, 16 Januari 2014 yakni lakon Indonesia dalam Gerbong (PBSI Sore semester 5), dan Terampas (PBSI 3 Sore)

 alt

Tujuh lakon tersebut adalah tujuh lakon yang berhasil lolos seleksi dari 320 naskah yang terkumpul sebagai tugas matakuliah Kajian Drama dan Apresiasi Drama. “Sebuah kebanggaan dan kebahagiaan tak terkira jika naskahnya berhasil lolos dan dipilih sebagai naskah yang dipentaskan”, ungkap Ravika Mahyasari (salah satu penulis

naskah lakon terbaik).

“Drama mampu merangkum sebuah “keseimbangan”, antara hitam dan putih, baik atau buruk kehidupan. Saya sangat bahagia melihat pertunjukan drama yang diselenggarakan rekan-rekan PBSI UNIKAL”, tutur seorang penonton dimalam pembukaan pekan drama tersebut.

Hal serupa juga dirasakan oleh Willi Asmara (seorang seniman teater) yang hadir pada malam pembukn.” Ajib…teman-teman PBSI Unikal rata-rata memiliki penggarapan yang cukup matang dan bagus, walapun dapat dikatakan teman-teman yang pentas rata-rata bukan pegiat teater dan masih pemula tetapi kemapuan merka seperti profesional”. Ungkap pria bertubuh gempal tersebut.

Mahasiswa semeter alt5 dan semester 3 sengaja “diduel-kan” agar muncul semangat lebih untuk berkompetisi. Dengan demikian, belum tentu yang semester atas pasti lebih baik dari semester bawah dan semester bawah pasti lebih jelek dari yang semester atas. “Semua bergantung pada kemampuan olah hati, rasa, dan pikir karena seni apapun pasti punya hubungan mesra dengan rasa”, demikian kata M. Haryanto selaku pengampu mata kuliah Drama di PBSI ketika ditanya saat menjadi penilai pementasan. Adanya pementasan-pementasan tersebut sebenarnya memang dalam rangka Ujian matakuliah “Kajian Drama dan Apresiasi Drama”, tetapi akan sangat sayang jika seni hanya untuk jadi milik sendiri bukan milik bersama, maka dibukalah pertunjukkan itu untuk penonton umum.

Pementasan tersebut merupakan tradisi yang sudah sejak tiga tahun lalu dilakukan di Prodi PBSI. Mahasiswa disatu sisi dapat melaksanakn ujian, tetapi juga dapat mengekplorasi kemampuan dibidang seni disisi lain. Adanya pementasan tersebut juga dirasakan setiap kelas bukan sebagai sebuahalt beban tetapi sebagai sebuah momen yang menyatukan, membakar semangat, dan pembangun kekeluargaan. Hal itu dianyatakan oleh hampir setiap kelompok pentas disesi diskusi dan evaluasi.

Adanya daram tersebut telah mengajak para pemain, penulis naskah, tim kreatif, penonton, dan kritikus untuk juga mendengar “suara-suara tak terdengar” pada kehidupan. Pekan drama tersebut juga mengajarkan keseimbangan. Hidup harus selalu dalam keseimbangan, setiap kali ada keindahan kita perlu keburukan untuk mendefinisikan keindahan. Setiap kali ada kebaikan, ada kejahatan untuk menfinisikan kebaikan. Kita perlu melentur untuk memahami, mengosongkan untuk mengisi, berdiam sejenak untuk bergerak . Demikianlah yang bisa dipetik dari sebuah pertunjukan drama pada kesempatan tersebut. *Diego.