MENANGKAL DISORIENTASI PENDIDIKAN

Rektor Unikal 23 Nov 2013 02UNIKAL (Sabtu, 23/11)—Pendidikan, yang oleh sebagian besar masyarakat dipercayai sebagai salah satu pilar dalam membangun peradaban manusia, belakangan ini terus dihadapkan dengan berbagai tantangan. Salah satu permasalahan yang dapat dianggap sebagai masalah krusial adalah masalah orientasi setiap warga negara dalam menempuh pendidikan formal. Menurut Rektor Universitas Pekalongan H. Suryani, S.H., M.Hum, orientasi masyarakat dalam menempuh pendidikannya di era kini telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar. Seorang siswa (maupun mahasiswa) ketika menempuh masa belajar lebih mengedepankan nilai hasil akhir dari capaian kegiatannya dalam belajar.

Hal ini, menurut Suryani dipandang sebagai masalah yang patut diprihatinkan, sebab orientasi yang demikian dikhawatirkan justru akan membunuh potensi-potensi dasar lainnya, seperti softskill yang merupakan salah potensi dasar manusia yang penting dalam membentuk karakter dan kemandirian seseorang. “Kecerdasan intelegensi itu memang perlu dan dibutuhkan. Tetapi, bagaimana jika kecerdasan intelegensi itu justru membunuh potensi-potensi lain, seperti softskill misalnya? Semestinya, pendidikan tidak membunuh potensi itu, melainkan pula ikut serta dalam menumbuhkembangkan potensi itu guna membangun masyarakat,” ungkap Rektor Unikal.

Sebagai salah satu bahan permenungan, Rektor Unikal kemudian mengutip pidato lulusan terbaik di Coxsackie-Athens High School, New York, Erica Goldson, dalam acara wisuda di SMA-nya tahun 2010 silam. Dalam pidato tersebut, Erica Goldson, lulusan terbaik dengan nilai tertinggi di sekolah tersebut, merasa tidak berguna bagi lingkungannya karena selama belajar di sekolah tersebut dia seolah-olah hanya dituntut untuk menjadi yang terbaik di bidang prestasi akademiknya. Dia merasa tuntutan itu justru membuatnya terus berusaha keras untuk menjadi yang terbaik di sekolahnya. Setiap hari dia menjadi jenis “manusia kamar” yang selalu sibuk dengan buku-buku dan berbagai macam bahan bacaan lainnya. Sampai-sampai ia kehilangan waktu untuk dapat merasakan bagaimana bersosialisasi dan mengenyam pengalaman sebagai anggota masyarakat.

Melalui pidato tersebut, Rektor Unikal memberikan apresiasi atas kejujuran sang lulusan terbaik tersebut. Setidaknya, hal tersebut patut untuk menjadi pertimbangan bagi semua pihak. Jika di negeri paman Sam saja sudah sedemikian parahnya dunia pendidikan dikacaukan oleh persoalan tersebut, bagaimana kemudian dengan negeri Indonesia?

Sudah tentu, persoalan ini tidaklah mudah untuk diselesaikan. “Kita sudah kadung meyakini hal yang semacam ini sebagai kebenaran. Sehingga, hal yang perlu dilakukan adalah ikut mengkampanyekan dan melakukan perubahan-perubahan, walaupun dalam bentuk yang sekecil-kecilnya,” kata Suryani.

Menurut Suryani, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah ikut serta menyadarkan dan mengubah pola pikir masyarakat serta mendorong agar di dalam pelaksanaannya, para pendidik mampu memberikan dorongan bagi anak didik untuk memeroleh pengajaran dan pendidikan yang berkualitas, tidak sekadar dilihat dari nilai yang dicantumkan di dalam rapor atau kartu hasil studi. Diharapkan dengan melakukan hal tersebut seluruh pihak akan ikut bertanggung jawab dalam membangun peradaban manusia Indonesia. [unikal newsroom/erge/2013]