Sekolah Batik Kelas Dunia, Ya di Unikal! Ha’ah Pok Ye?!

Gedung D Kampus UnikalJudul di atas tampaknya berkesan umuk (red. =besar omong/omong kosong). Tetapi, begitulah budaya wong Kalongan (red.=orang Pekalongan). Umuk dalam perspektif wong Kalongan bukan sesuatu yang bermakna negatif, sebagai kesombongan, kepongahan, atau sekadar omong kosong. Sebaliknya, umuk merupakan salah satu spirit bagi wong Kalongan yang sejak zaman dulu dikenal sebagai para petarung bisnis. Bahkan, dalam catatan Gusdur (KH. Abdurahman Wachid (alm.)), di abad ke enam, Pekalongan sudah dikenal secara luas sebagai kota dagang dengan pelabuhannya yang besar. Jadi, jiwa wong Kalongan adalah jiwa petarung, jiwa saudagar, jiwa seorang pebisnis. Sebagai bangsa pebisnis, umuk menjadi prinsip yang menandai kepercayaan diri yang tinggi, kemandirian, dan dinamis. Oleh karenanya, “nek ora umuk dudu wong Kalongan!” kelakar yang kerap muncul dalam perbincangan sehari-hari di masyarakat Pekalongan. Lalu, apa hubungannya umuk yang bermakna positif itu dengan sekolah batik kelas dunia di Unikal?

Spirit of umuk

Menimba dari spirit of umuk, Universitas Pekalongan yang berkedudukan di kota produsen batik dunia, sudah tentu akan sangat merasa ‘berdosa’ secara sosial dan budaya jika tidak mengangkat citra batik yang sudah diakui dunia itu. Oleh karena itu, Unikal, dalam perkembangannya kini membuka program studi baru, yakni Program Studi Diploma (D-III) Teknologi Batik.

Program yang secara resmi dibuka pada tanggal 5 Desember 2011 ini merupakan sebuah upaya serius Unikal dalam ikut mempertahankan dan mengembangkan batik sebagai warisan dunia sebagaimana telah diakui Unesco. Sebab, di dalam salah satu klausul pemberian gelar warisan budaya Unesco tersebut menyebutkan bahwa salah satu komitmen yang harus dilakukan oleh suatu negara yang mendapatkan gelar pengakuan itu adalah upaya serius negara dalam melestarikan dan mengembangkan salah satu mata budaya tersebut di dalam keilmuan.

Karenanya, pembukaan program studi Teknologi Batik Unikal mau tidak mau telah tercatat di Unesco. Dengan demikian pula, Unikal lewat program studi Teknologi Batiknya telah diakui oleh dunia. Nah, masihkah dikatakan umuk?

Mandat Mendiknas, Ditetapkan Unesco

Di sisi lain, pembukaan program studi yang baru seumur jagung muda ini patut dilihat sebagai sesuatu yang tidak main-main. Apa pasalnya? Sebab, di dalam pendirian program studi ini pihak rektorat langsung mendapatkan mandat dari Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Sudah pasti, hal ini menjadi tanggung jawab besar bagi Unikal. Selain mendapatkan mandat, Unikal juga memiliki hubungan emosional dengan masyarakat Pekalongan yang merupakan masyarakat produsen batiknya dunia.

“75 persen batik Indonesia itu diproduksi di Pekalongan. Jadi, sudah semestinya Unikal memiliki kepedulian terhadap masalah ini,” tutur Zahir Widadi, S.S., M.M., ketua prodi D-III Teknologi Batik Unikal dengan nada optimis. Zahir juga menambahkan, program studi Teknologi Batik Unikal ini adalah program studi Batik yang kali pertama ada di Indonesia, bahkan di dunia.

Dalam kesempatan itu pula, Zahir memaparkan beberapa alasan mengapa program studi Teknologi Batik menjadi bagian yang urgen bagi pengembangan Unikal ke depan. Menurutnya, salah satu alasan terpenting lainnya adalah penunjukkan yang dilakukan oleh Tim Penguji Batik Indonesia yang menominasikan Unikal sebagai Perguruan Tinggi tempat dilaksanakannya program studi DIII Batik. Hasil rekomendasi Tim Penguji Batik Indonesia tersebut kemudian ditetapkan oleh Unesco.

“Menurut saya, penunjukkan Unikal sebagai pelaksana mandat Kemendiknas yang juga dikuatkan dengan penetapan Unesco, merupakan keputusan yang sangat tepat,” tandasnya.

Meskipun demikian, Zahir mengakui bahwa pada tahap perencanaannya, pemerintah pusat (red. Kemendiknas) meminta agar pembukaan prodi Teknologi Batik di Unikal dapat mengakomodasi kebutuhan lulusan Sarjana (S-1). Sayangnya, dalam pelaksanaan di lapangan hal tersebut belum dapat direalisasikan.

“Awalnya kami diminta oleh Dirjen Pendidikan Tinggi untuk membuka program S-1, tetapi karena beberapa persyaratan belum dapat kami penuhi, di antaranya kualifikasi dosen yang mengharuskan sedikitnya ada 6 orang dosen tetap dengan kualifikasi S2, kami pun belum bisa menyanggupi. Di samping itu, sulit untuk mendapatkan dosen yang memenuhi standar kualifikasi. Oleh sebab itu, pembukaan prodi ini baru bisa dilakukan pada jenjang Diploma (D-III),”  Tutur Kaprodi DIII Teknologi Batik.

Empat Standar Kompetensi

Dibukanya Prodi D-III Teknologi Batik Unikal, yang mengantongi surat rekomendasi Kemendiknas  No.1015/006.2/AK10/2011 Tentang penambahan Program studi Diploma III pada Universitas Pekalongan pada dasarnya menjadi peluang besar bagi terciptanya pengembangan batik, baik dari sisi keilmuan maupun dari sisi seni dan tekniknya. Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin jika di masa-masa mendatang akan muncul tenaga-tenaga profesional di bidang perbatikan. Hal ini pada gilirannya juga akan berdampak positif bagi masyarakat batik Pekalongan yang hingga saat ini masih perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.

Melalui empat kompetensi yang ditawarkan oleh prodi Teknologi Batik yang meliputi desainer (perancang), pengelola usaha batik, wirausaha batik dan pendidik/guru batik, diharapkan di kemudian hari akan lahir perancang batik yang semula dijalankan secara tradisional menjadi profesional. Demikian pula dengan kompetensi-kompetensi lainnya. Bisa dibandingkan, jika di Malaysia saja seorang pembatik tradisional dipelihara oleh negara, dengan dikaryakan sebagai tenaga pembatik oleh pemerintah Malaysia dan digaji oleh negara, kapan giliran negeri ini yang notabene sangat menghargai budayanya? Oleh karena itu, upaya Unikal melalui prodi D-III Teknologi Batik-nya ini menjadi salah satu katalisator bagi penciptaan dunia kerja di bidang perbatikan yang lebih profesional dan lebih diakui. Dan jadilah spirit of umuk tidak sekadar omong doang.

[news/RiGon/WST]